MEDAN-Drs Zulfikar, mantan Kepala Sekolah SMKN 2 Kisaran terdakwa perkara korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah ( BOS) sebesar Rp 969 juta, kembali jalani sidang di Ruang Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN)Medan Senin (20/2/2023).
Jaksa Penuntut Umum ( JPU) Kejari Kisaran Roy Baringin menghadirkan 13 orang saksi terdiri guru termasuk Eko Walio selaku Bendahara Operasional Sekolah (BOS) SMKN 2 Kisaran .
Bahmid, salah seorang saksi dihadapan Majelis Hakim diketuai Immanuel Tarigan menerangkan hanya menerima dana BOS Rp 9 juta untuk keperluan sekolah.
Padahal sejatinya Bahmid menerima Rp 91 juta.” Saya menerima Rp 9 juta tersebut dari Eko Walio selaku Bendahara BOS,” ujar Bahmid menjawab pertanyaan Majelis Hakim.
Ketika dikonfrontir, Eko Walio membenarkannya. ” Iya saya yang memberikannya pak hakim, sedangkan sisanya dikelola pak Zulfikar selaku Kepala SMKN2 Kisaran,” jelas Eko.
Tapi terdakwa Zulfikar membantah keterangan Eko Walio tersebut.” Keterangan Eko gak benar itu pak hakim,” ujar terdakwa Zulfikar yang dihadirkan secara virtual dari Rutan Tanjung Gustaf Medan.
Keterangan saksi lainnya hampir sama dengan Keterangan Bahmid. Semua saksi menerima dana BOS tidak sesuai dengan RKS.
Pada persidangan lalu, saksi Eko Walio mengakui menerima Rp 15 juta terkait dugaan korupsi terhadap mantan Kepala Sekolah SMKN 2 Kisaran Zulfikar.
“Saya mengambil uang itu untuk keperluan membeli laptop, alat laboratorium dan lainnya,”aku Eko dihadapan majelis hakim.
Eko menguraikan, pencairan pertama mengambil uang bersama terdakwa ke bank senilai Rp402 juta. Kemudian Eko mengambil sebanyak 10 juta.
“Lalu pencairan kedua Rp75 juta mengambilnya bersama terdakwa, saya ambil Rp5 juta, jadi total Rp15 juta untuk keperluan alat-alat sekolah,”ucapnya.
Sedangkan pencairan ketiga senilai Rp402 juta dan pencairan keempat Rp334 juta langsung uang tersebut diberikan kepada terdakwa.
“Dan semua uang pencairan dari tahap pertama sampai terakhir diberikan kepada terdakwa,”ucap saksi.
Setelah mendengar keterangan saksi, majelis hakim memberi kesempatan kepada terdakwa untuk mengutarakan pendapatnya.
Kemudian terdakwa membantah menerima uang senilai yang diutarakan saksi. Ia katakan Rp10 juta tersebut diminta saksi untuk kebutuhan keluarganya.
“Selain itu, saya lupa mengambil uang itu yang mulia. Tapi saya juga beri kepada Kepala program, Kepala bengkel dan lainnya,”ujar terdakwa.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Kisaran Roi Baringin mengatakan awal mula kasus ini ketika SMKN 2 Kisaran mendapatkan bantuan dana BOS sebesar Rp1,4 miliar pada tahun 2017.
Pencairan Dana BOS di SMK Negeri 2 Kisaran dimulai dari Bulan Juli 2017 sampai dengan Juli 2018 dilaksanakan sebanyak 4 kali setiap Triwulan (3 bulan),” kata jaksa.
Dikatakan jaksa, seharusnya sebelum melakukan pencairan Dana BOS Tim BOS harus mengadakan rapat menyusun kegiatan mana saja yang ada di dalam RKAS yang menjadi prioritas kemudian barulah dilakukan penarikan dana dengan tandatangan terdakwa selaku Kepala Sekolah dan saksi Eko Waluyo selaku Bendahara BOS.
“Dengan mekanisme hasil penarikan dari dana tersebut disimpan oleh bendahara BOS selanjutnya uang tersebut bendahara BOS salurkan sesuai dengan hasil rapat TIM BOS akan tetapi pada kenyataannya terdakwa melakukan penarikan dana tanpa melalui proses rapat dengan Tim BOS Sekolah kemudian setelah uang tersebut ditarik selanjutnya diminta langsung oleh terdakwa,” tegas Jaksa.
Jaksa menilai realisasi dana BOS SMKN 2 Kisaran Tahun 2017 yang disalurkan oleh terdakwa sebesar Rp600 juta lebih. Karena itu, berdasarkan perhitungan, kerugian negara yang ditimbulkan sebesar Rp900 juta lebih.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 dan atau Pasal 3 Ayat 1 Jo. Pasal 18 Undang- undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (esa)