PARIS – Komite Olimpiade Internasional (IOC) mengeluarkan pernyataan resmi terkait keberadaan petinju yang diduga transgender dalam kategori wanita di Olimpiade 2024.
Petinju yang dimaksud adalah Imane Khelif dari Aljazair dan Lin Yu Ting dari Taiwan. Sorotan tajam soal keberadaan petinju yang diduga transgender itu mencuat setelah Khelif meraih kemenangan atas Angela Carini dalam pertarungan berdurasi 46 detik.
Dalam laga babak 16 besar kelas 66 kilogram putri tersebut, Carini memutuskan mundur setelah mendapat pukulan straight yang telak dari Khelif.
Banyak yang menilai kemenangan tersebut menodai nilai luhur Olimpiade lantaran membuat wanita berada dalam ancaman.
IOC pun lantas mengeluarkan pernyataan yang dibuka dengan pernyataan, “Setiap orang memiliki hak untuk berolahraga tanpa diskriminasi.”
Organisasi yang bermarkas di Swiss dan memiliki hak melangsungkan ajang Olimpiade tiap empat tahun sekali itu menekankan semua atlet yang tampil di Paris tahun ini sudah memenuhi syarat.
“Semua atlet yang berpartisipasi dalam turnamen tinju Olimpiade Paris 2024 mematuhi peraturan kelayakan dan pendaftaran kompetisi, serta semua peraturan medis yang berlaku dan ditetapkan oleh Unit Tinju Paris 2024 (PBU).”
“Seperti pada kompetisi tinju Olimpiade sebelumnya, jenis kelamin dan usia atlet didasarkan pada paspor mereka,” tulis IOC dalam keterangan resminya.
Artinya, baik Imane Khelif maupun Lin Yu Ting dinilai IOC terlahir sebagai wanita. IOC berpendapat ada kesalahan informasi soal Khelif dan Yu Ting terkait dengan keputusan Asosiasi Tinju Internasional (IBA) yang melarang keduanya tampil dalam Kejuaraan Tinju Dunia 2023.
Ketika itu keduanya tak bisa bertarung karena gagal dalam tes kelayakan gender. IBA saat itu menekankan atlet dengan kromosom XY atau kromosom pria tak boleh tampil di kategori wanita.
“Kami telah melihat dalam laporan soal informasi yang menyesatkan tentang dua atlet wanita yang berkompetisi di Olimpiade Paris 2024. Kedua atlet tersebut telah berkompetisi dalam kompetisi tinju internasional selama bertahun-tahun dalam kategori wanita, termasuk Olimpiade Tokyo 2020, Kejuaraan Dunia Asosiasi Tinju Internasional (IBA), dan turnamen yang disetujui IBA.”
“Kedua atlet ini menjadi korban keputusan tiba-tiba dan sewenang-wenang oleh IBA. Menjelang akhir Kejuaraan Dunia IBA pada 2023 mereka tiba-tiba didiskualifikasi tanpa proses hukum,” papar IOC.
IOC sebelumnya telah mencabut pengakuan internasional IBA pada 2023 terkait masalah tata kelola dan keuangan sehingga mengambil alih olahraga tinju di Olimpiade dari IBA serta mengadopsi aturan yang ditetapkan pada Olimpiade sebelumnya.
IOC pun menegaskan komitmen melindungi hak asasi semua atlet yang berpartisipasi dalam Olimpiade sesuai dengan Piagam Olimpiade, Kode Etik IOC, dan Kerangka Strategis IOC tentang HAM.
Kendati demikian, di dunia maya tetap terjadi perbedaan pandangan netizen. Respons penolakan terhadap transgender tetap disuarakan, sementara ada pula yang membela hak bagi wanita-wanita dengan hyperandrogenism sejak lahir.(cnni/klt)